Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam

Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam – Manusia pada dasarnya hidup selalu mempunyai kebutuhan. Kebutuhan tersebut merupakan suatu keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun rohaninya.

Dan di zaman sekarang ini segala kebutuhan manusia itu sendiri pun semakin meningkat saja ragamnya mulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan tambahan.

Tingkat perekenomian seseorang nyatanya berbeda-beda, dan dari situ timbulah suatu masalah karena tidak semua manusia mampu untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Akan tetapi ketika kita berada dalam kondisi tersebut bukan berarti kita harus menyerah karena hidup ini diciptakan untuk menghadapi segala permasalahan yang ada.

Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam

Ada dua hal yang telah cukup dikenal dalam lingkup masyarakat dalam mengatasi kebuntuan permasalahan ekonomi yakni pinjaman dan hutang piutang.

Dua hal ini mungkin adalah hal yang sering kali kita melihatnya sama namun sebenarnya ada perbedaan bila kita mengkaji dua hal ini secara lebih dalam lagi.

Oleh karena itu kali ini kami akan memberikan informasi mengenai perbedaan antara pinjaman dan hutang piutang menurut Islam.

1. Pengertian

Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam

Dalam bahasa Arab istilah pinjaman adalah berasal dari kata pinjam atau Ariyah. Pinjaman sendiri berarti sebagai suatu harta atau benda yang dipinjamkan kepada orang lain untuk diambil manfaatnya.

Tetapi pinjaman tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaan utuh dan dengan melalui proses pinjam meminjam, pinjaman ini bisa dikembalikan tidak dibatasi waktu atau bisa dibatasi waktu.

Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang yang menanggung sesuatu harus membayar.(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Jika barang pinjaman hilang atau rusak, maka yang akan bertanggung jawab adalah si peminjam.  Benda yang dapat dipinjam adalah benda yang dipinjam dengan mengambil manfaat yang ada dengan tanpa merusak zat benda tersebut.

Barang yang boleh dipinjam itu harus barang yang sifatnya tidak mudah berubah atau tetap. Misalnya kendaraan seperti motor, mobil dan benda-benda lainnya.

Sedangkan untuk pengertian hutang piutang atau mu’amalah adalah akad yang dilakukan untuk memberikan suatu benda atau barang dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang sama.

Misalnya seseorang meminjam uang sebesar Rp30.000 maka yang wajib dikembalikan nilanya adalah tetap Rp30.000.

[irp]

2. Hukum

Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam

Untuk hukum pinjam meminjam adalah mubah (boleh)  dapat juga disebut sunnah. Tapi ketika dalam situasi yang benar-benar sangat dibutuhkan misalnya meminjamkan kendaraan kepada seseorang yang sedang membutuhkannya.

Seperti korban kecelakaan berubah hukum pinjam meminjam tersebut adalah menjadi wajib. Bisa juga hukumnya berubah menjadi haram ketika seseorang meminjamkan barangnya untuk berbuat sesuatu yang berupa maksiat.

Hukum hutang piutang ialah sama seperti pinjam meminjam yaitu mubah, sunnah, wajib dan haram. Semua hukum tersebut tergantung pada tujuan dari seseorang yang melakukan hutang piutang tersebut.

Kegiatan hutang piutang yang dilakukan untuk tolong menolong dalam kebaikan adalah sesuatu pekerjaan yang baik sifatnya. Namun bila hutang piutang sudah menyangkut urusan yang jelas dilarang keras oleh agama Islam maka jelas menjadi haram hukumnya.

[irp]

3. Rukun

Perbedaan Pinjaman dan Hutang Piutang dalam Islam

Rukun pinjam meminjam adalah syarat-syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan agar kegiatan pinjam meminjam ini menjadi sah dan sesuai dengan ajaran islam antara lain:

1. Adanya orang yang Meminjamkan (Mu’iir) bagi orang yang meminjamkan disyaratkan bersikap baik dan tidak ada paksaan untuk memberikan pinjamannya. Dan baran yang dipinjamkan berasal dari pemiliknya sendiri.

2. Adanya orang yang Meminjam (Musta’iir ) Bagi orang yang meminjam disyaratkan berhak menerima kebaikan sehingga orang yang meminjam akan mendapat manfaat dari benda yang telah dipinjam dan hanya mengambil manfaat dari barang halal yang telah dipinjamkan.

3. Adanya Barang atau benda yang dipinjam (Musta’ar) Benda yang dipinjam harus mempunyai syarat-syarat Ada manfaatnya dan barang itu bersifat tetap dan tidak mudah berubah yang artinya tidak habis sesudah diambil manfaatnya.

4. Adanya lafadz ijab dan qobul, Pinjam meminjam akan berakhir ketika barang yang dipinjam oleh peminjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang meminjamkan (yang memilikinya). Dan juga harus berakhir ketika salah satu dan dua pihak meninggal dunia.

[irp]

Rukun Hutang Piutang

Karena bukan perjanjian yang tetap benda yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu oleh yang meminjamkan, Sedangkan rukun untuk hutang piutang antara lain sebagai berikut :

1. Ada yang berhutang dan yang berpiutang, bagi yang berhutang disyaratkan memiliki tujuan yang baik dan mempergunakannya dijalan yang benar dan untuk pemberi hutang bersikap baik atau tidak menyakiti hati seseorang yangakan berhutang tersebut.

2. Ada harta dan barang yang dihutangkan, harta ataupun barang yang dihutangkan adalah jelas jumlah dan sifat yang dihutangkan dan halal.

Selain itu harta atau barang yang dihutangkan disyaratkan tidak berlebih serta adanya imbalan dalam pengembaliannya kepada piutang.

3. Ada ijab qobul,hal ini bertujuan sebagai tanda kesepakatan antara kedua belah pihak. Ijab dan qobul ini bisa dilaksanakan secara lisan maupun tulisan.

Baik itulah perbedaan antara pinjam meminjam dan hutang piutang, walaupun tidak nampak perbedaan yang  jelas dapat kita simpulkan perbedaan.

[irp]

Antara kedua hal yakni Perbedaan Pinjaman dan Hutang yaitu jika pinjam meminjam dilakukan karena sering kali tidak begitu terikat dengan urusan hukum. Sedangkan hutang piutang sering kali ada keterikatannya dengan hukum. Semoga bermanfaat!